Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement

Redaksi Salatiga Pos
Kamis, 13 Juli 2023, 14:59 WIB
Last Updated 2023-07-13T07:59:51Z
ESAITERKINI

Mengenal Sosok Gus Rozin: Pesantren Sebagai Agent Of Change, Santri Sebagai Agent Force

Advertisement


#part 8


Penulis : Sofyan Mohammad | Anggota NU


ESAI | salatigapos.com - KH. Abdul Ghaffar Rozin alias _Gus Rozin_ yang pernah menjadi peserta dalam _Pertukaran budaya Komunitas Islam - China. Chinese Islamic Associations. Majelis Ulama Indonesia. QuoangChou, Xian dan Beijing, China tahun 2011_ telah membagikan pengalamanya dalam salah satu acara diskusi yang berlangsung di balairum gedung Institute Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Kajen, Pati dimana Gus Rozin menjabat sebagai rekor sejak tahun 2008 s/d sekarang.



Gus Rozin menyampaikan jka idiologi Transnasionalisme yang berekor pada paham radikalisme dan terorisme adalah ancaman nyata dan serius, bukan hanya bagi negara tetapi juga bagi Islam sendiri. Para teroris dan kelompok radikalis seringkali mengunakan justifikasi dalil-dalil dan simbol-simbol agama dalam menjalankan propaganda. Kekerasan yang seringkali membawa-serta dalil dan simbol Islam ini lalu menciptakan blunder, hingga memunculkan pertanyaan siapakah sebenarnya yang mewakili Islam?


Dalam rekam jejak sejarah bangsa ini institusi pesantren telah lama berkontribusi menciptakan kemajuan dan kesejahteraan peradaban bangsa. Selama itu pula, pesantren secara umum mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan perkembangan dan tantangan zaman. 


Tugas pesantren pada saat ini tidaklah mudah sebab kini pesantren harus bisa menunjukkan dan meyakinkan element masyarakat terkait dengan bagaimana cara berislam yang benar sesuai ajaran Nabi, melalui para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama saleh terdahulu. Dengan demikian tidaklah mudah untuk mempresentasikan sebagai Duta Islam. Peran pesantren tidak bisa diselesaikan hanya dengan membekali para santri dengan pengajaran kitab-kitab kuning saja. 


Pesantren Sebagai Agent Of Change


Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang berakar dari budaya Indonesia. Pesantren memiliki potensi besar sebagai *agen perubahan* (agent of change) dalam masyarakat. Menurut Gus Rozin ada beberapa alasan mengapa pesantren dapat berperan sebagai agen perubahan karena Pesantren merupakan tempat di mana nilai-nilai agama dan ajaran Islam diajarkan secara mendalam. Pesantren membekali santri dengan pemahaman yang kuat tentang teologi islam, etika, moralitas dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, pesantren dapat mengubah sikap dan perilaku individu yang kemudian berdampak pada perubahan sosial yang lebih luas.


Bagi Gus Rozin selaku salah satu inisiator gerakan *Pesantrenku bersih Pesantrenku Keren* memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian santri. Keberadaan pesantren akan mendorong kesadaran tentang nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, kerja keras, toleransi dan rasa empati. Santri dilatih untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, berakhlak mulia dan memiliki integritas tinggi. Dengan demikian pesantren dapat membentuk generasi muda yang berkualitas dan berpotensi menjadi pemimpin masa depan.


Lebih lanjut Gus Rozin berpendapat jika banyak diantara pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga memberikan pelatihan keterampilan dan pendidikan ekonomi kepada santri. Pesantren mendorong kemandirian ekonomi dengan mengajarkan keterampilan dan kemandirian.  Sehingga pesantren dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah sekitarnya dan memberdayakan masyarakat secara ekonomi.


Pesantren berfungsi sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran ilmu pengetahuan sebab pesantren saat ini juga menyediakan mata pelajaran umum seperti matematika, bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan alam dan lainnya. Sehingga diharapkan santri akan memperoleh pengetahuan yang holistik dan berkualitas. Dengan demikian, pesantren dapat menjadi pusat inovasi dan pengetahuan yang berkontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat.


Bagi Gus Rozin yang merupakan pengasuh Ponpes Maslakhul Huda, Kajen Pati menyebutkan pesantren umumnya memiliki hubungan erat dengan masyarakat sekitarnya. Melalui kegiatan sosial, pemberian bantuan, pengabdian kepada masyarakat. Dalam hal dialog antaragama pesantren dapat berperan aktif dalam membangun harmoni dan perdamaian antar komunitas. Pesantren juga dapat menjadi jembatan antara pemimpin agama dan masyarakat, memfasilitasi dialog yang bermanfaat untuk mengatasi masalah sosial yang ada.


Dalam konteks ini tidak semua pesantren memiliki peran yang sama dalam menjadi agen perubahan. Faktor seperti kepemimpinan, kurikulum, dan komitmen pesantren serta santrinya akan mempengaruhi sejauh mana ouput yang dihasilkan. 


Bagi Gus Rozin yang merupakan salah satu team yang ikut mengawal lahirnya *UU No. 18 Tahun 2019* tentang _Pesantren_ berpendapat jika dalam perspektif ini pesantren harus mampu menjadi salah satu institusi yang mengajarkan aspek teologis dan antroposentris. Sehinga Ponpes merupakan institusi multi fungsi yang harus mampu mencari solusi terhadap berbagai problem yang ada di masyarakat. Pesantren harus mampu meneguhkan moralitas dari gerusan prilaku immoralitas modernism untuk itu Ponpes harus mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan zaman dengan tidak menghilangkan  substansi keilmuan pesantren. Dengan demikian Ponpes akanmampu merubah dunia atau peradaban "change the world or civilization" kea rah yang lebih baik.


Santri sebagai Moral Force


Gus Rozin yang pernah memimpin *Rabithah Ma'arif al Islamiyah, RMI PWNU Jawa Tengah (2013 - 2015) dan pernah sebagai ketua RMI PBNU (2015 - 2021) menyampaikan jika perkembangan zaman adalah keniscayaan, sehingga transformasi sejarah akan menjadi pijakan pesantren untuk berevolusi intelektual secara dinamis. Santri-santri yang tadinya hanya membaca kitab kuning, memakai sarung, peci, berpikir teosentris pada saat ini sudah seyogyanya bertransformasi mengikuti perubahan zaman. 


Pola berfikir antroposentris haruslah dikembangkan dengan sisi teosentris, melalui corak yang simetris dan presisi dengan kontek zaman maupun dengan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga aspek moralitas dan humanisme akan berpadu pada dua sisi yang tidak dapat dipisah antara satu dengan lainnya.


Bagi Gus Rozin santri saat ini harus mampu berproses dengan berbagai literatur keislaman sehingga diharapkan mampu menjadi agen perdamaian di tengah provokasi kekerasan yang mengatasnamakan agama bahkan menggunakan pola menebar ujaran kebencian atas nama agama pula. Dari sinilah santri harus  way of life dengan slogan semboyan Hubbul wathan minal iman.


Santri sebagai agent of moral force* sebab santri selama ini dikenal memiliki semangat pejuang, pengabdian dan kesederhanaan yang tumbuh dari spirit dengan etos yang beretika. Sehingga mampu mendorong tumbuhnya masyarakat harmoni dan sehat.


Menurut Gus Rozin yang saat ini masih menjabat sebagai Khatib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ada beberapa alasan mengapa santri dapat menjadi kekuatan moral yaitu karena santri mempelajari nilai-nilai Islam, etika dan ajaran agama secara menyeluruh. Pendidikan ini mempu memberi pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip moral dan tata nilai yang dipegang teguh.


Pada satu sisi pesantren memberikan perhatian khusus terhadap pembentukan karakter dan moralitas santri. Santri diajarkan untuk menghormati, menjaga integritas, berperilaku baik, dan bertanggung jawab. Santri dipersiapkan untuk menjadi individu yang berakhlak mulia, jujur dan berempati.


Selanjutnya Gus Rozin menjelaskan jika pesantren dipimpin oleh ulama dan kyai yang dihormati dan dianggap sebagai otoritas keagamaan. Sehingga santri memiliki kesempatan untuk melihat dan belajar langsung dari keteladanan mereka. Ulama dan kyai sendiri sering menjadi teladan dalam sikap, perilaku dan dedikasi terhadap kebaikan, hal ini tentu akan dapat mempengaruhi santri dalam mengadopsi nilai-nilai moral yang mereka ajarkan.


Dalam hal ini santri dapat berfungsi sebagai duta nilai-nilai positif dalam masyarakat. Melalui sikap, tindakan dan keterlibatan dalam kegiatan sosial, sehingga dapat menyebarkan nilai-nilai seperti kesederhanaan, kejujuran, saling menghormati, tolong-menolong.


Banyak di antara pesantren dan santri aktif terlibat dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan dan berpartisipasi dalam program-program pemberdayaan masyarakat. Melalui keterlibatan ini, santri berperan sebagai agen perubahan yang positif dalam masyarakat. Untuk itu santri memiliki potensi untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan sikap masyarakat di sekitarnya. Dengan keteladanan dan pengamalan nilai-nilai moral, mereka dapat menjadi kekuatan moral yang kuat dalam masyarakat, mendorong harmoni sosial, kesalehan, dan kebaikan yang lebih luas.


Rasulullah sangat piawai memperingatkan manusia, bahwa lawan rohani mereka bukan musuh yang memakai senjata tajam, tetapi hawa nafsu yang melekat di dalam diri_. (Jalaluddin Rumi)


Esai ditulis dengan meresume beberapa pokok pikiran KH. Abdul Ghaffar Rozin, M. Ed* dalam suatu diskusi ringan ditengah tengah kesibukanya sebagai Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia. 2022 - Sekarang.(*)